Coffee.

Hari ini di kala siang. Matahari menebar sinarnya yang cukup untuk mengeringkan pakaianku yang sudah ku jemur sebelum kaki ku berhenti di Coffe Shop ini.
Kita berjanji untuk saling bertemu di tempat biasa, pukul satu.
Ku lirik hapeku, ah ada WhatsApp dari dirimu.

"Kamu dimana? Aku sudah sampai.
Di balkon luar ya, smoking area.
Aku udah siap mau peluk kamu.."

Aku tersenyum. Manis sekali dirimu. Kemarin baru saja kamu menjadi orang eskimo, bertingkah sangat dingin. Namun sekarang kamu sehangat summer. Manusia absurd.

Pandangan mataku berkeliling. Sesaat kemudian aku menemukan sosok punggung dengan kepulan asap yang sangat aku kenal. Dirimu. Kita duduk berhadapan. Kamu melempar senyum, manja.
Ah, damainya hati ini. 

Pukul satu dimana hati ini bertemu saling melepas rindu.
Pukul satu dimana dua hati kembali menghangat oleh cinta yang bergejolak.
Pukul satu dimana bibir lembutmu melumat bibir ku dan lidah kita menyatu penuh gairah.
Pukul satu dimana aku makin mencintaimu.

Berbincang denganmu sungguh membuat lupa waktu.
Tawa renyah yang sangat aku idamkan kini terdengar kembali.
Di coffee shop ini, dua anak manusia kekinian sedang merajut asmara.
Mereka berharap hubungan ini baik-baik saja.
Mereka berharap dapat saling menemani hingga menutup mata.
Harapan itu sungguh putih, kabulkan ya Tuhan...

Di coffee shop ini, aku menggenggam cup frappucinno dan kamu menyesap kopi hitammu.
Tidak sedikit pun aku berniat untuk menyicip kopimu. Rasa getir disana. Aku tidak suka.

Pukul satu sudah lewat beberapa jam lalu.
Sudah waktunya kita pulang ke rumah dan berbagi kehangatan berdua.
Berada dalam dekapan selimut bersamamu, sungguh memabukkan.

Comments

Popular Posts